Bupati Lingga Muhammad Nizar Fokus Jadikan Mepar Desa Wisata Sejarah dan Religi

Editor: Redaksi

JALURNEWS.COM, Lingga – Menghadiri pengukuhan Lembaga Adat Melayu (LAM) Desa Mepar, masa khidmat 2020-2027, Bupati Lingga, Muhammad Nizar menyampaikan di hadapan masyarakat, Pemkab Lingga akan semakin serius menjadikan Mepar sebagai salah satu desa tujuan wisata sejarah, budaya dan religi.

“Selamat dan tahniah kepada pengurus LAM Desa Mepar, kami berharap semoga dapat menjadi teladan dan contoh bagi masyarakat terutama bicara adat dan budaya melayunya. Kalaulah bergerak seiring selangkah niat dicapai pantang menyerah,” papar Muhammad Nizar dalam sambutannya, Sabtu malam (29/01/2022).

Mepar merupakan pintu masuk Kabupaten Lingga, adalah pulau yang kaya sejarah dan adat budaya, kearifan lokal yang masih terjaga ditengah hiruk-pikuknya moderenisasi, cagar budaya yang masih berdiri kokoh sebagai benteng pertahanan di masa kesultanan Lingga-Riau-Johor-Pahang, menjadi saksi bisu betapa pentingnya pulau ini.

Menurut Nizar, dari catatan sejarah Lingga merupakan pusat tamaddun yang cukup lama, lebih kurang 113 tahun menjadi pusat pemerintahan para Sultan Melayu di Daik.

“Sejak 1787 sampai 1900, umur yang panjang dan tua menjadi sebuah pusat pemerintahan, barulah pada tahun 1900, menjelang penghapusan kesultanan oleh Belanda, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pulau Penyengat,” kata Muhammad Nizar

Apalagi peran penting pulau Mepar, tentu tak lepas dari catatan sejarahnya, dengan adanya makam Temenggung Jamaluddin, Datok Kaya Motel, benteng-benteng Mepar, serta cerita meriam sumbing.

Daik juga dikenal sebagai negeri para Sultan atau Yang Dipertuan Besar. Ada 4 Yang Dipertuan Besar dan seorang Yang Dipertuan Muda yang bersemayam di tanah Daik. Mereka adalah Sultan Mahmud Riayat Syah III (Marhum Masjid), Sultan Abdul Rahman Syah (Marhum Bukit Cengkeh), Sultan Muhammad Syah II (Marhum Kedaton) serta Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II serta Muhammad Yusuf Al Ahmadi, Dipertuan Muda Riau X.

“Kita harus mampu menggrand desainnya Desa Mepar semaksimal mungkin untuk wisata sejarah dan religinya,” jelas Muhammad Nizar.

Pemerintah daerah sudah merancang rencana besar tersebut, namun perlu dukungan dan semangat dari semua kalangan termasuk para pelaku budaya dan masyarakat di Desa Mepar sendiri. Dengan terbentuknya LAM Desa Mepar, ada harapan besar pemerintah daerah agar dapat menjadi motor penggerak adat dan budaya bagi masyarakat setempat.

“Dan saya percaya hari ini, dengan semangat bersama, walaupun baru akan memulai untuk mempromosikan. Walaupun terkesan terlambat namun tidak ada cerita terlambat untuk memulainya, maka betul-betul, untuk Desa Mepar dikonsepkan dengan matang,” harap Muhammad Nizar.

Berkaitan dengan kearifan lokal, wisata religi yang masih dilestarikan di Mepar seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Berzanji yang sudah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia. Selain itu wisata kuliner di Tanjung Buton dengan view gunung Daik, sudah pasti menjadi pelengkap destinasi di Desa Mepar.

“Maka dari itu, kita semua disini yang menjadikan rencana ini nyata, masyarakat harus siap, dan kita semua harus mampu sadar wisata, inilah yang harus kita lakukan bersama-sama, LAM disini juga harus ada gerakan bersama dengan pemerintah desanya, bersama-sama kita bulatkan tekad dan keinginan kita untuk membangun desa kita,” tegas Muhammad Nizar mengahiri sambutannya.

Sementara Kepala Desa Mepar, Handoyo mengatakan hal yang sama. Dengan telah terbentuknya LAM Desa bisa menjadi leader sejarah dan budaya bagi masyarakat di Desa Mepar. Apalagi rencana besar pemerintah daerah menjadikan Mepar sebagai Desa wisata sejarah dan religi merupakan tantangan bagi desa dan seluruh pelaku budaya serta masyarakat desa.

“Saya yakin rencana ini bisa terwujud, bila kita semua di Desa Mepar ikut pada pelaksanaan. Mari bersama kita bahu membahu, kepada LAM terpilih mari menjadi wujudkan bersama,” harap dia dihadapan masyarakatnya yang hadir.(Misli)

Berita Terkait