Dalam UU Cipta Kerja, Punya Satu Pesawat Sudah Bisa Operasikan Maskapai Berjadwal

Editor: Ara Cantika

JALURNEWS.COM, Jakarta – Sisi positif UU Cipta Kerja Sektor Transportasi, sudah mulai tampak.

Dalam RPP Pelaksana yang sedang digodok investor hanya perlu menguasai satu pesawat sudah boleh membuat maskapai penerbangan berjadwal.

Konsultan penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman menilai RPP tersebut lebih masuk akal dibandingkan dengan aturan kepemilikan sebelumnya dalam UU No. 1/2009 tentang Penerbangan.

“Selain itu dalam masa pandemi ini juga memungkinkan maskapai beradaptasi jika jumlah armada harus dikurangi,” ujar Gerry.

Sebelumnya, pada Pasal 118 ayat (2) UU Penerbangan dituliskan maskapai berjadwal memiliki paling sedikit 5 (lima) unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit 5 (lima) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani.

Pemerintah diketahui merombak aturan kepemilikan pesawat bagi maskapai berjadwal, tidak berjadwal, dan khusus angkutan kargo yang sebelumnya telah diatur dalam UU No. 1/2009 tentang Penerbangan.

Dalam Pasal 22 ayat (1) berbunyi pemegang izin usaha angkutan udara niaga wajib memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu. Kemudian pada ayat (2), dijabarkan mengenai kepememilikan dan penguasaan pesawat udara dengan jumlah tertentu.

Maskapai berjadwal memiliki paling sedikit 1 (satu) unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan operasional penerbangan sesuai dengan rute yang dilayani.

Namun RPP itu juga dikritik Ombudsman menilai berkurangnya jumlah kewajiban kepemilikan pesawat maskapai memiliki risiko pada saat terjadi krisis pandemi saat ini.

“Kalau sekarang bisa dibayangkan masing-masing maskapai hanya punya minimal satu pesawat yang dioperasikan dalam saat pandemi, kondisi transportasi udara nasional bisa terganggu. Hal ini yang perlu diantisipasi,” ujar Alvin Lie, Anggota Ombudsman RI, dikutip Bisnis, Minggu (14/11/2020).

Selain itu, aspek berikutnya adalah terkait dengan efisiensi operasi maskapai. Menurutnya apabila maskapai penerbangan hanya memiliki satu pesawat dan mengoperasikan hingga tiga pesawat, efisiensi rute belum tercapai.

Pasalnya dengan jumlah pesawat yang minim ini harus menjalani perawatan, jadwal penerbangan akan berantakan. Secara berantai kondisi ini juga berdampak kepada kehandalan pelayanan dan perlindungan terhadap hak konsumen.

Alvin berpendapat hambatan kepemilikan pesawat sebelumnya justru dapat melindungi konsumen supaya tidak banyak maskapai bertumbangan yang pada akhirnya tidak memiliki aset untuk mengembalikan dana kepada konsumen yang telah membeli tiket pesawat dan kepada agen perjalanan.

Penulis: Tata

Berita Terkait